Senin, 07 Agustus 2017

Aidil dan Merah Putih




Semalam sebelum perayaan hari kemerdekaan Indonesia yang ke-71.
“Mengapa esok mesti ada upacara bendera sih? Cuman buang-buang waktu, cape berdiri lama-lama, harusnyakan besok libur karena tanggal merah,” gerutu Aidil dalam hatinya.
Dengan rasa kesal, kecewa dan sedih yang berkecambuk dihatinya, Aidil bersiap dan berusaha untuk segera tidur, agar esok ia tak terlambat mengikuti upacara bendera. Aidil mencuci muka dan kakinya sebelum ia berbaring dikasurnya yang cukup empuk. Sebelum memejamkan matanya ia tak lupa berterima kasih kepada Tuhannya dengan membaca doa.
Setelah Aidil terjaga dalam tidurnya, dalam suasana yang cukup gelap tiba-tiba seorang wanita yang wajahnya begitu teduh dipandang tersenyum pada Aidil.
Aidil pun bertanya “Kakak siapa?”
Wanita itu menjawab dengan suara yang lembut ”Kakak dikirimkan Tuhan untuk menjawab pertanyaan mu adik kecil,” Ucap wanita itu sambil mengusap-usap kepala Aidil dengan sangat lembut. “mari ikuti kaka,.” Lalu wanita itupun melangkah, Aidil seperti terhipnotis dan dengan pasrah begitu saja mengikuti langkah wanita itu.
“Kamu siapa? Kita mau ke mana?” tanya Adil kembali sambil berusaha mengimbangi langkah wanita itu.
Wanita itu berpaling pada Adil. "“Marilah ikuti kakak,” sambil mempalingkan wajahnya kembali ke depan wanita itu berucap kembali kepada Aidil “Aku hanya diperintah untuk jawaban pertanyaan yang ada dalam benak mu adik kecil.”
Aidil menghentikan langkahnya, ia terdiam dan pertanyaan-pertanyaan pun muncul dalam pikirannya. “Aku mau di bawa ke mana? Dia siapa? Apa dia orang baik?”
Melihat Aidil terhenti, wanita itu menghampiri Aidil, lalu berjongkok dihadapannya. Seperti wanita itu bisa membaca apa yang sedang dipikirkan oleh Aidil. “Dik tak usah khawatir, kakak tak akan berbuat buruk dan nyulik Aidil kok. Kita cuman mau jalan-jalan aja sebentar, udah yuk ikut kakak.” ucap wanita itu sambil berusaha meraih tangan Aidil. Namun, Aidil mencoba bertahan tak ingin begitu saja mengikuti langkah wanita itu.

“Marilah adik kecil, kamu akan baik-baik saja dengan kakak.” Wanita mencoba meyakinkan kembali Aidil. Dan dengan ajakan keduanya kalinya itu, Aidil teryakinkan dan mau mengikuti sang wanita.
Secara kasatmata mereka berpindah ke suatu tempat yang begitu asing bagi Aidil. Di atap gedung terlihat empat orang berkumpul, satu orang memegang bendera berwarna merah, putih dan biru, sedangkan tiga orang dengan senapan laras panjang terlihat seperti sedang berjaga-jaga di belakangnya.

Tiba-tiba seorang yang memegang bendera berteriak dengan lantang. “Ini negeri kami, tak pantas bendera ini berkibar di negeri ini!” Dengan cepat lelaki yang memegang bendera tersebut mengoyak kain berwarna biru, sehingga hanya menyisakan warna merah dan putih. Tanpa komando keempat orang tersebut langsung melakukan sikap hormat bendera, terlihat haru dan bangga terpancar dari ekspresi mereka.
“Jangan bergerak kalian pemberontak!” teriak seorang dengan logat belanda dan diikuti oleh beberapa orang dibelakangnya. Mereka semua mengacungkan senjata ke arah keempat orang tersebut. “Berani-beraninya kalian mengoyak bendera Netherland. Letakkan senjata dan angkat tangan kalian keparat!” perintah seorang lelaki yang sepertinya petinggi kelompok itu.
Keempat orang yang terpojok itu saling memandang, seperti mengetahui keinginan satu sama lain. “Merdeka atau mati!” teriak seorang dari keempat orang tersebut, lalu mereka berempat berlari dan mencoba bersembunyi ke dalam ruangan dan sesekali mengacungkan senjatanya ke arah para penjajah tersebut. Dan terjadilah baku tembak di antara para pejuang kemerdekaan dengan penjajah.
Karena kalah amunisi, keempat pejuang kemerdekaan itu pun mati diujung senapan para penjajah, Aidil dan wanita berparas teduh itu pun melihat keempat pejuang tersebut diseret seperti hewan oleh anak buah penjajah tersebut. Aidil terdiam melihat semua itu, dan dia merasa sedih sekaligus bangga dengan pejuang kemerdekaan negaranya.
"Para pejuang rela mengorbankan darah dan nyawanya hanya demi mengibarkan bendera sangsaka merah putih," ujar Aidil dalam hatinya.
Setelah itu wanita berparas teduh itu merahih kembali tangan Aidil, dan mengajaknya kembali pergi kesuatu tempat.
“Mau kemana lagi kita kak?” Tanya Aidil pada wanita itu.
“Mari ikuti saja adik kecil.” Jawab wanita itu sambil memberikan senyuman manisnya kepada Aidil. Aidil pun seperti terhipnotis oleh senyuman wanita yang mengajaknya pergi tersebut, kali ini dengan sukarela mengikuti langkah wanita itu.
Kali ini Aidil melihat kerumunan banyak orang yang mengitari sebuah panggung, dan terlihat dua orang berada di atas panggung, seorang menghadap microphone sambil memegang kertas dan seorang disampingnya menemani sambil memandang khalayak ramai dihadapan panggung. Dan dia teringat dengan dua sosok yang berada di panggung tersebut, mereka adalah proklamator bangsanya.
“Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan dll, diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja. Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 45. Atas nama bangsa Indonesia. Soekarno/Hatta.”
Seseorang berteriak “merdekaaaa-merdekaaaa!” tanpa komando orang-orang dihadapan panggung tersebut bersorak gembira, saling berangkulan bahkan berpelukan. Tak sedikit juga yang menitihkan air mata, lalu dwi warna (bendera merah putih) pun berkibar dengan gagah. Serentak seluruh orang yang berada di sekitar panggung tersebut melakukan sikap hormat bendera dan terdengan nyanyian Indonesia raya.
Lalu seorang dipanggung tersebut mengucapkan sebuah kata “Perjuangan ku tidak begitu berat, karena hanya melawan penjajah, tapi perjuanganmu yang akan sangat berat, karena akan melawan bangsamu sendiri.” Beliaupun terdiam dan menghela nafas sejenak, lalu melanjutkan ucapannya. “Jangan sekali-sekali meninggalkan sejarah! dan bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak pernah melupakan jasa para pahlawannya. Dan Negara Republik Indonesia ini bukanlah milik suatu golongan, bukan milik suatu agama, bukan milik suatu suku, bukan milik golongan adat-istiadat, tetapi milik kita semua dari Sabang sampai Merauke!” lalu ia pun menutup ucapannya dengan kata “MERDEKA!” 
Mendengar ucapan pria tersebut perasaan haru dan bangga menyelimuti hati Aidil, tanpa disadari matanya meneteskan air mata yang mengaliri pipinya dan begitu hangat terasa ketika pipinya disentuh oleh air tersebut. Wanita itu merangkul Aidil sambil mengelus kepala bocah itu dengan begitu lembut dan berkata. “Sudah jangan menangis, mari ikuti kaka lagi.” Dan wanita itu pun meraih tangan Adil kembali.
“Siap-siap sebentar lagi keluar.” Seseorang memberikan instruksi kepada khalayak ramai yang sedang duduk santai sambil bercengkrama namun tak pernah lepas dari kalungan kamera dan HP, seketika kerumunan orang itu pun berkerumun di depan pintu, tak lama beberapa orang petugas mencoba mensterilkan jalan keluar “Permisi mas mbak tolong ya diberi jalan.” Ucap petugas dengan begitu halus kepada khalayak ramai yang memadati pintu tersebut. Ketika jalan sudah menjulang dan para wartawan sudah berada dipinggir jalan, seseorang dengan rompi oranye berlabel KORUPTOR keluar dari pintu gedung tersebut, seketika para wartawan riuh ingin melemparkan pertanyaan kepada orang tersebut.
Koruptor tersebut keluar dengan senyum yang lebar dan lambayan tangan ke kamera, mereka seperti tak memiliki rasa bersalah sedikit pun meski sudah menggunakan baju tahanan berlabel KORUPTOR. Tiba-tiba kerumunan orang itu pun mendekati koruptor itu dan melemparkan pertanyaan kepada sang koruptor. Seketika koruptor itu menghentikan langkahnya dan mengadakan konfrensi pers dadakan sambil berkata. “Saya ini di dzolimi, saya ga terlibat korupsi seperak pun,” ucap koruptor tersebut. Ia pun dibawa oleh petugas ke dalam mobil tahanan yang sudah menjemputnya.
Lalu wanita itu pun meraih tangan Aidil dan tiba-tiba mereka sudah berpindah tempat kembali ke tempat di mana ada beberapa orang memegang kamera dan menjulur kan alat rekam untuk melakukan wawancara, namun orang yang diwawancara tersebut menutupi wajahnya, lalu sang wartawan bertanya.
“Mengapa wajahnya di tutupi mbak?”
“Saya malu pak takut ada keluarga atau temen saya dikampung tau pekerjaan saya di kota ternyata seperti ini,”
“Memang pekerjaan mbak apa?”
“Saya Pekerja Seks Komersil, pak,”
Lalu tiba-tiba didatangkan seorang pria dengan baju berlumuran darah dan wajah bonyok, namun ketika melihat ada kamera dia langsung menutupi wajahnya. Lalu wartawan pun bertanya.
“Kenapa wajahnya di tutupi pak?”
“Saya malu pak takut ada keluarga atau temen saya tau saya melakukan kejahatan pak,”
“Memangnya bapak melakukan kejahatan apa?”
“Saya baru tertangkap mencuri makanan, pak,”
Lalu wanita itu berjongkok dihadapan Aidil sambil memegang pundak dan menatap mata Aidil dalam-dalam dan berkata “Aidil kamu harusnya bersukur kamu dilahirkan sewaktu sudah bebas mengibarkan bendera, ga ada yang bakal bunuh kamu atau penjarain kamu hanya gara-gara mengibarkan dan menghormat ke bendera merah putih. Dipinggir jalan bendera itu harganya memang ga mahal, tapi bangsa ini beli bendera itu dengan sejarah sangat mahal Dil,”
Dengan polos Aidil pun bertanya kepada wanita itu. “Emang bangsa ini beli berapa bendera itu kak?”
Wanita itu tersenyum kepada Adil. “Bangsa ini membeli bendera itu seharga dijajah selama 350 tahun, ditambah keringat dan darah para pejuang. Seperti keempat pejuang yang mati ditembak gara-gara menyobekkan bendera biru biar menjadi bendera merah putih. Jadi Aidil harus bersyukur karena sekarang cuman disuruh buat upacara yang paling lama satu jam, sesudah itu Aidil bebas buat main,”
Aidil pun terdiam dan memandangi wanita berparas cantik itu “Iya juga kata kakak ini,” ucap Aidil dalam hatinya. “Iya deh kak kalo gitu. Aku bakal mencintai bangsa ini dengan sepenuh hati,” ucap Aidil bersemangat.
Wanita itu pun tersenyum dan mengusap kepala Adil lalu berkata “Jadilah anak yang berbakti pada orang tua, agama, dan Negara ya Dil. Jangan tanyakan apa yang udah Negara kasih sama kamu, tapi tanyain apa yang udah kamu kasih sama Negara ini Dil,”
Aidil hanya menganggukkan kepalanya, tak terasa air matanya pun menetes kembali, dan ketika Aidil mengusap air matanya dengan tangannya, wanita cantik itu menghilang dari hadapannya. Adil merasa ketakutan karena tiba-tiba suanana jadi gelap gulita, Adil pun memanggil wanita itu sambil berteriak “kakaaaakkk…..kakaaaakkkk…..”
Adil terperanjat dan terbangun dari tidurnya, seketika ia pun terduduk dari tidurnya lalu memikirkan mimpinya yang tadi sambil berkata. “Benar kata kakak itu, aku sudah bebas mengibarkan dan hormat bendera merah putih, ga akan ada yang bakal nodong senjata kalaupun aku hormat bendera merah putih," ucapnya dalam hati.
Aidil teringat dia memiliki bendera merah putih pemberian kakek nya yang ia simpan di lemari bajunya. Aidil pun mengambil bendera itu lalu menciumnya dan mengibarkan bendera tersebut di halaman rumahnya, dengan penuh rasa bangga Adil melakukan hormat bendera. Setelah itu usai Adil bersiap kesekolah untuk mengikuti upacara bendera dalam rangka memperingati hari kemerdekaan Negaranya.

*Foto diambil dari: https://sembilanbersamamedia.wordpress.com/2015/08/14/merah-putih-bendera-pemersatu-bangsa/

0 komentar:

Posting Komentar

www.lowongankerjababysitter.com www.lowongankerjapembanturumahtangga.com www.lowonganperawatlansia.com www.lowonganperawatlansia.com www.yayasanperawatlansia.com www.penyalurpembanturumahtanggaku.com www.bajubatikmodernku.com www.bestdaytradingstrategyy.com www.paketpernikahanmurahjakarta.com www.paketweddingorganizerjakarta.com www.undanganpernikahanunikmurah.com